Minggu, 18 Oktober 2009

Saat Hati Lelah

Pagi menyeruak khasanah dunia dengan seruan peradaban. Adalah sebuah hati menata penat-penat hidup di dalam ruang metafora kemewahan. Berbagai penat hadir dengan ciri dan sifat mereka masing-masing. Ada penat yang tersenyum karena ia punya gandengan si pejabat wahid sang pelindung dan pemberi. Ketika sang pelindung lengser ia beralih kepada payung yang baru. Inilah si penat yang haus kenikmatan, yang rajin tersenyum apabila disuap. Ada si penat yang kerjanya hidup hanya bergantung pada keadaan. Ia hanya mengandalkan relasi-relasinya. Inilah si penat malas. Ada sipenat yang hidupnya serba kecukupan. Ia mengais rezeki dengan bekerja keras dan hanya bergantung kepada Allah. Ketika rezekix berlebih ia luaskan untuk zakat, infak dan sedekah. Hari-harinya senantiasa ia jaga dengan asma Allah. Inilah sipenat yang pandai bersyukur. Ada sipenat yang ketiban rejeki berlebihan. Ia tiba-tiba dapat telepon dari cikeas. Maka semakin tersenyumlah ia, karena sebentar lagi jas tutup berdasi, sepatu mengkilap serta fasilitas-fasilitas serba komplit & mewah senantiasa menemaninya. Inilah sipenat yang beruntung. Sementara di sudut kehidupan sana, ada ribuan penat bertebaran. Mereka mengais rezeki di tempat yang gersang akan penghasilan. Ruang-ruang yang seharusnya mereka miliki telah dirampas sipenat berdasi. Terkadang mereka protes, berteriak, lemah lembut memohon melaporkan nasib mereka kepada yang berwenang. Namun hal ini hanya dianggap suara budak bagi kalangan sipenat berwenang. Hmm... dari ruang yang lain aku hanya dapat berujar. Semoga sipenat berdasi tidak hanya berbusa mulutnya saat kampanye. Akan tetapi semoga juga janji-janji mereka terealisasi pada sipenat yang lelah menanti. Ah... Ketika hati ini lelah tiada tempat mengadu kecuali kepada Allah...!! AstagfiruLLAh. Terkadang hati ini memang lelah, wahai KEKASIH sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar